Selasa, 24 Agustus 2010

Perjalanan Timur Jawa


 Catatan 2 April 2010
Kereta api ekonomi Gaya Baru mengantar kami berdua malam itu, terlambat sekitar 1 jam dari jadwal sedikit mengurangi semangat kami dan membuat kami menjadi bertanya-tanya “siapkah kami berangkat malam ini” mengingat semuanya  tanpa persiapan dan terkesan dadakan, namun tekad dan keinginan kami sepertinya lebih besar daripada seribu keraguan kami untuk berangkat malam itu, menuju Stasiun Gubeng, Surabaya. 26 ribu rupiah harus kami bayarkan untuk menebus tiket, cukup murah karena memang hanya kelas ekonomi. Surabaya sebenarnya bukan tujuan kami, melainkan kota Malang, namun berhubung tidak ada kereta ekonomi dari Jogja yang langsung sampai Malang maka kamipun “terpaksa” harus singgah dulu di Surabaya untuk kemudian baru melanjutkan ke kota Malang dengan kereta lainya. Kepadatan yang luar biasa malam itu, memenuhi hampir setiap sudut gerbong kereta Gaya baru, sesuatu yang biasa sesungguhnya untuk kereta ekonomi, dan hal yang biasa juga untuk kami naik kereta ekonomi jika bepergian sehingga tidak terlalu kami ambil pusing tentang hal ini, namun untuk kali ini sepertinya kereta benar-benar sudah terlalu over, bahkan untuk berjalan dan berpindah sedikit saja sangat sulit dilakukan, alhasil kami hanya bisa berdiri tepat di sambungan gerbong..waw..
Arema Indonesia menjadi judul penting dalam perjalanan ini karena mamang inilah tujuan kami, menonoton Arema Malang langsung di stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang. Sebenarnya kami bukan Aremania (sebutan untuk fans fanatik Arema), kami berdua adalah Slemania (fans kesebelasan PSS Sleman) yang kebetulan ingin sedikit belajar dan merasakan atmosfer pertandingan di kota yang notabenya adalah salah satu barometer sepakbola nasional sebagai kota dengan animo penonton dan tingkan fanatisme cukup tinggi selain kota Surabaya dan Bandung. Faktor kedekatan Slemania-Aremania menjadi pertimbangan lainnya, dibandingkan hubungan Slemania dengan Bonek (Surabaya) atau Bobotoh (Bandung).
Stasiun Madiun, mata ini sedikit terusik dengan tingkah beberapa orang (sekitar 7-8 orang) yang saat itu naik bersama dari Lempuyangan, mereka mengeluarkan atribut hijau-hijau dengan tulisan BONEK, sedikit tertarik maka saya fokuskan pendengaran saya pada mereka, “BONEK JOGJA” sedikit dari beberapa kata yang terdengar dari pembicaraan mereka membuat kami mengerti, mereka pasti menuju juga memiliki niat yang sama dengan kami meskipun berbeda kesebelasan, Persebaya saat itu memang akan melakukan pertandingan big match dengan musuh bebuyutan mereka Persija Jakarta dan dipastikan puluhan ribu Bonek pasti akan memenuhi stadion. Saya berbicara sedikit berbisik kepada teman seperjalanan saya  dengan nada seikit guyon “jajal mau le nganggo atribut ng Solo, mesti entek.hehe..”, mengingat memang Bonek berselisih dengan Pasoepati Solo (fans kesebelasan Pesis Solo), sehingga mungkin untuk berjaga-jaga mereka baru memakai atribut Bonek setelah sampai di Madiun setelah melewati Solo, dalam hati sebenarnya ingin sekali kami menjabat tangan mereka, ngobrol basa-basi sesama penikmat bola Indonesia, tapi niat itu kami urungkan mengigat tujuan kami adalah untuk Arema, dan tidak bisa kami bayangkan bagaimana rekasi mereka mengingat Aremania-Bonek merupakan salah satu perseteruan supporter  yang paling melegenda dan paling diingat oleh publik bola nasional, selalu meninggalkan tragedi dan cerita tersendiri setiap dua kesebelasan yang sebenarnya sama-sama dari Jawa timur ini bertemu di pertandingan.
Semakin kearah timur, semakin habis pulaa penumpang, gerbong ini serasa milik pribadi, hanya ada kami berdua dan teman-teman  “Bonek kecil”  berusia belasan mungkin masih SMA atau bahkan SMP, mereka naik dari daerah Jombang dan Mojokerto. Dalam hati saya berkata super crazy mereka, pertandingan Persebaya dilangsungkan jam 15.00 sore, jam 03.00 pagi mereka sudah berangkat, edannn cokkk..
Luar biasa pagi itu, stasiun Gubeng menyambut kami, waktu baru menunjukkan pukul 04.05 pagi, setelah kami bertanya di loket tentang kereta yang menuju ke Malang baru dating pukul 04.15 maka kami putuskan untuk keluar, yah itung-itung mengirup udara Surabaya lah..hehe..”Bu, mie rebus e ya” tanpa memakai bahasa “krama” saya memesan mie..”Loro yo Bu, karo teh anget e” bukan tanpa berdasar, tapi saya menyesuaikan orang-orang disana yang juga tanpa memakai bahasa krama untuk berbicara kepada orang lain terutama orang yang mungkin belum dikenal dan lebih tua, saya tidak tau orang disini memang tidak biasa memakai bahasa krama atau hanya kebetulan di stasiun ini saja? Tapi setelah naik kereta pertanyaan saya terjawab, oleh seorang ibu yang kebetulan duduk sebangku dengan kami yang bertanya “ajeng tindak pundi mas?”…


tempe penyet Lamogan
Sekitar 2.5 jam kami diatas kereta, dan kebalikan dengan kereta yang menuju Surabaya, kereta Panataran ini semakin lama semakin penuh dengan penumpang, beruntung kami naik di stasiun pertama sehingga bisa dapat tempat duduk. Kota Malang akhirnya kami injak juga, skitar pukul 07.30 pagi, langsung saya hubungi teman saya di Malang “sam ki aku wis nyampe stasiun trus pie?numpak angkot opo?” SMS yang saya kirimkan langsung direspon “jurusan A-L, mundun derah Landungsari ker, belakang masjid, kui kosanku”, menyusuri pagi di kota Malang sungguh menyenangkan, secara kontur dan tipe daerah bisa saya bilang hampir mirip kota Bandung, dengan jalan yang naik turun, mungkin yang membedakan dengan kota Bandung hanya tingkat kepadatan penduduk dan kesemrawutan jalan saja.
Kereta Panataran Surabaya-Malang

 Dengan sedikit tersesat karena perbedaan persepsi dua orang di dalam angkot ketika kami tanya alamat yang kami tuju menyebabkan kami turun belum pada waktunya “kono lho mas sik dimaksud ki” jawab seorang ibu, “dudu mas,sampean mudun e perempatan kene wae” jawab ibu yang satunya..huwaaa, tanpa ingin memperpanjang perdebatan mereka kami nekat turun meskipun sedikit keraguan tentang keputusan ini dan hasilnya memang sedikit meleset..hehe
Terimakasih kawan ( Samsul Arifin) yang sudah menjamu kami pagi itu dan terimaksih juga untuk kos-kosan yang kami pakai untuk menginap..hehe
Rasa lelah karena perjalanan dari Jogja menyebabkan tidak sadar kami berdua tertidur, beruntung sekitar jam 13.00 siang Samsul membangunkan kami. Hujan deras siang itu sedikit membuat kami berdua bertanya, bisakah kita sampai di Kanjuruhan yang ternyata berada jauh dari kota Malang, sekitar 45menit sampai 1 jam dari kota tampat kami berdua numpang hidup. “ah wis terlanjur ketuk kene, mosok g sido”….”oke mangkatttttttttt, budallllllllllllllllllll”…
Kaos hitam bergambar singa dan bertuliskan Arema sudah saya pakai, atmosfer luar biasa kami rasakan disini, tua-muda, besar-kecil, laki-laki-perempuan, tidak ada yang tidak Aremania, mereka memenuhi semua penjuru Malang raya, pertandingan yang baru dimulai pukul 19.00 malam tetapi sudah dari siang Aremania tumpah ruah di jalanan, benar-benar Singo Edannnnn…Dalam hati saya berhayal seandainya Sleman bisa seperti ini lagi… Ya, kita pernah seperti ini, kurun waktu sekitar tahun 2002-2005 an, setiap PSS Sleman bertanding, atmosfer kota Sleman seakan menghijau, dipenuhi puluhan ribu Slemania yang berbondong ke stadion, PSS Sleman pernah berjaya, seiring prestasi yang sedang bagus waktu itu, berakibat pada animo penontong yang besar namun seiring waktu dank arena stagnasi prestasi akhirnya menggerus militansi sebagian Slemania, dan sekarang persepakbolaan di Sleman seakan jalan ditempat, meski begitu, bukan berarti mati, sebagia Slemania masih eksis bahkan setiap ada pertandingan tidak kurang dari 15.000 penonton akan memenuhi stadion, bayangkan jika PSS bisa menembus liga super, 30.000 penonton bukan mustahil akan selalu memenuhi stadion Maguwoharjo.
27 ribu, tiket didapat dari calo, dengan harga resmi 25 ribu, bukan masalah yang penting kita bisa masuk ke stadion yang sudah dipenuhi oleh puluhan ribu Aremania malam itu. Lagi-lagi kami dibuat takjub dengan keadaan di alam stadion, lantai stadion seakan-akan ingin roboh, tidak kuasa menahan semangat Aremania yang bersorak di seluruh tribun penonton, luar biasa..










Pelita Jaya Karawang yang menjadi lawan Arema malam itu tidak kuasa meladeni singa-singa gila kota Malang, 6 gol masuk ke dalam gawang mereka dan hanya dibalas dengan satu gol dari Pelita mebuat kedudukan 6-1 untuk Arema. Kami bersyukur, tidak rugi malam itu kami jauh-jauh menonton pertandingan karena dibayar dengan pertandingan yang menghibur dengan banyak gol yang tercipta. Suasana setelah pertandingan pun tidak jauh berbeda dengan suasana menjelang pertandingan bahkan menjadi lebih gila karena kesebelasan Arema menang dengan skor telak dan semakin mendekatkan mereka dengan gelar juara, konvoi deseluruh Malang Raya malam itu kami nikmati,  2.5 jam waktu yang kami butuhkan untuk kembali ke kota Malang karena larut dalam uforia perayaan pawai kemenangan Aremania, tapi yang paling penting suasana tetap terkendali tanpa ada suatu insiden apapun.




















Stasiun Kota baru 07.00 pagi melepas kami berdua, menuju kota Kediri utnuk kemudaian berganti kereta untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Jogja, kami membawa pengalaman luar biasa dari kota yang menjadi salah satu barometer sepakbola Nasional, tentang semangat, militansi, fanatisme dan kreatifitas dalam mendukung kesebelasan kesayangan mereka..


 gang setono gedong Kediri
Kereta Panataran lagi-lagi mengantarkan kami, menuju Kediri untuk kemudian berganti kereta menggunakan Kahuripan yang selanjutnya akan langsung ke Jogja, sampai di stasiun masih menunjukkan sekitar pukul 11.00 siang, kami langsung menuju ke loket untuk bertanya jadwal kereta sekaligus membeli tiket, damnnn ternyata antrian super panjang di loket mengingat ini adalah hari minggu dan dimungknkan banyak penumpang yang ber week end di kampong halaman ingin pulang ke tempat mereka merantau di kota-kota Jawa Tengah maupun Jawa Barat, tidak heran kereta yang mempunyai tujuan Bandung, Jakarta, Semarang, Jogja diserbu penumpang, dalam hati  kami ada sedikit kekhawatiran, bagaimana jika kami kehabisan tiket?? Panasnya cuaca diimbangi dengan pansnya situasi..hehe.. terjadi insiden kecil antara seorang Bapak-bapak yang merasa antrianya diserobot oleh seorang pemuda, tapi untungnya pemuda itu dengan cepat menyadari kesalahannya  dan segera mundur seakan tau dia menjadi perhatian puluhan orang yang ada disekelilingnya.

Murah meriah di Kediri

Jam 14.00 adalah jadwal keberangkatan kereta Kahuripan, masih ada waktu sekitar 2 jam lagi, kemana kita siang ini?? Melngkahkan kaki keluar stasiun, “oh ngene kota Kediri iku,mlaku-mlaku yoh, skalian golek mangan”, kamipun berjalan menyusuri jalan di depan stasiun dan tidak terasa kami terus berjalan hampir sampai di alun-alun kota..wewww… isirahat dan makan makanan murah-meriah, 3 ribu saja, sego wungkus lawuh endog, ditambah 1000 untuk es teh, nayamul ker. Masjid tua dengan kompleks pemakaman disampingnya menjadi tempat kami selanjutnya untuk “numpang ngaso” sekaligus sholat siang itu, ada hal yang menurut saya menarik dan jarang kami temui di masjid-masjid Jogja pada umumnya, di masjid ini disediakan asbak yang super gede, perokok mendapat keistimewaan disini, atau mungkin memang masjid-masjid di daerah sini melengkapi fasilitasnya dengan asbak, meski begitu kami bersyukur bisa “leyeh-leyeh” sampil “udud”di seranbi masjid bersejarah ini, wah pak kyaine benar-benar mengerti umat..hehe

Di tengah guyuran hujan deras yang tiba-tiba saja menggantikan teriknya matahari di Kediri mengantarkan kami berdua masuk kereta, saya berterimakasih kepada Kota ini sedikit menyesal saya tidak bisa singgah lebih lama karena menurut saya kota ini cukup menarik dan sedikit penasaran ingin menjelajahinya, mungkin lain kali. 6 jam Kediri-Jogja tidak terasa karena di dalam kereta yang tidak terlalu penuh ini bertemu dengan orang-orang yang menarik dari seorang bapak tua yang puya istri 3 (waw, rahasiane opo pak??) sampai bertemu saudara kami seseorang yang sama-sama Slemania, dia  baru saja dari Kediri ada urusan keluarga, obrolan pun mengalir membicarakan PSS, Slemania, dan tentu saja saudara tua sekaligus rival utama kami PSIM dan brajamusti (fans PSIM Jogja).
Akhirnya, Jogja menyambut kami malam itu, menantikan pengalaman baru kami, menjelajah ke timur Jawa…
Terimakasihh…

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    BalasHapus