Minggu, 28 Maret 2010

Paris Van Java

Stasiun lempuyangan melepas kepergian kami bertiga malam itu, kereta ekonomi parahyangan sudah menunggu, mengantarkan kami menuju sebuah petualangan baru. Kami rasakan benar arti lagu dari Majinal yang berjudul “kreta Kelas Ekonomi” betapa parahnya kondisi di dalamnya, smua tumpah ruah berhimpitan, PT kreta api seakan tidak perduli, sepenuh apapun gerbong tetap saja tiket terus dijual. Pagi hari stasiun kiara condong di bandung menyambut kami, aku injakkan kakiku dan langsung aku nyalakan rokokku untuk menandakan bahwa asap kenikmatan berpetualang mulai membubung di udara. Setiap sudut kota bandung kami jelajahi mulai dari mendaki puncak dago sampai bermalam di emperan masjid raya bandung dan diusir petugas karena dianggap gelandangan. Satu hal yang membuat kami terkesan saat pertama kali melangkah, keramahan orang-orang disana seakan memberi tau kami bahwa kami diterima disini, meskipun kota ini dipenuhi kesibukan dan kesemrawutan yang menandakan tipikal kota-kota besar di Indonesia, untuk hal ini jujur boleh kami bilang jogja jauh lebih baik. Mampir untuk meneguk kopi di unpad membuat kami yang notabenya sebagai mahasiswa meskipun sedikit diragukan apakah kami pantas disebut sebagai mahasiswa mulai berfikir dan membandingkan kampus ini dengan kampus-kampus yang ada di jogja, terutama ugm. Tidak ada yang menarik disini kecuali makhluk yang disebut perempuan atau lebih tepatnya wanita jika sebutan perempuan terlalu luhur untuk mereka, hampir semuanya menarik, kami tidak tau mengapa dikota ini banyak sekali wanita berparas cantik meskipun hanya sebatas fisik. Sekilas pergaulan anak muda disini terkesan mulai meninggalkan sesuatu yang dinamakan berbudaya. Suasana malam disinipun tidak jauh dengan suasana malam di jogja. Tapi sekali lagi bertemu dengan orang-orang baru dengan karakter yang berbeda-beda dan cara menikmati hidup dengan cara yang berbeda dapat menimbulkan banyak sekali pemikiran-pemikiran baru. Yang menjadi istimewa dari perjalanan ini adalah ketika kami merasa sikap sejalan, sepenanggungan, membuat semua menjadi lebih erat, tiadak ada kemunafikan diantara kami bertiga, inilah yang membuat mereka di mataku berbeda, tak sama dengan orang-orang lain, teman-teman yang lain. Untuk sebagian orang bepergian ke luar kota bukanlah suatu hal yang berat, untuk orang yang “turah duit” dengan gampangnya mereka bisa memesan tiket pesawat, memakai sopir pribadi dan guide pribadi dan tinggal di hotel yang mewah, bukan suatu hal yang istimewa. Tapi untuk orang dengan ekonomi yang bisa dibilang pas-pasan dan dengan prinsip (yang sok-sokan) berdikari seperti kami untuk memulai sebuah perjalanan memerlukan banyak sekali pertimbangan dan tentu saja kerja keras. Perjalanan panjang dan melelahkan dengan sahabat sejati dari satu kota ke kota lain dengan bermodalkan sedikit kenekatan dan sedikit uang menjadi sebuah mimpi kami. Menjelajahi sebuah tempat baru, kemudian menikmati suasana malamnya, membuat coretan kenangan di pinggir trotoar, mencoba mencicipi minuman khasnya, menaburkan asap rokok di setiap sudut kota, merupakan beberapa rangkaian impian terbesar yang ada dan menunggu untuk diwujudkan. Betapa nikmatnya perjalan ini dengan seorang sahabat yang setia menjadi pendamping tidak hanya dalam keadaan senang, menjadi seorang yang asing pada sebuah lingkungan baru yang penuh misteri dan menawarkan sebuah sensasi-sensasi tersendiri untuk dinikmati. Jogja yang istimewa sudah menunggu kami, menunggu cerita-cerita kami dan inspirasi baru yang kami dapatkan dari perjalanan ini. Sampai bertemu di Denpasar Bali.
Ttd dnx,bdz,ptx
Bandung 31 Oktober 2008


Tidak ada komentar:

Posting Komentar