Minggu, 28 Maret 2010

Lone Ranger


Catatan 12 Agustus 2008
“Mas Njilih lampu teplok e” kata-kata yang membuyarkan sejenak kesenangan menikmati sore hari dengan sebatang rokok kretek ”Tanjung”. Dia, adik sepupuku yang sudah satu bulan ini berjualan di depan rumah, berjualan nasi bungkus, aneka minuman, gorengan, sate usus dll, orang-orang sering menyebutnya “angkringan”. Sedikit memaksa aku tetap tersenyum, bisa dibilang tidak ikhlas mengingat kata-kata “nyilih” bisa berarti meminta atau pinjam untuk selamanya. Bukan bermaksud untuk berburuk sangka, tapi selama ini memang seperti ini kenyataanya, mulai dari charger hp, gelang sampai handphone tak pernah pulang jika sudah ditanganya dengan beribu alasan yang membuat aku tak kuasa untuk mengambilnya kembali dan akhirnya hanya bisa berkata “ wis tok enggo wae ra popo”..
“Mas mengko bengi kancani yo, aku mung dewe” dia memintaku untuk menemaninya malam ini. Sore itu dia memang berjualan sendiri tanpa teman atau lebih tepatnya pegawai yang selama ini menemaninya berjualan. “wis tak pecat” katanya, “ra kuat mbayari pegawai, iki wae isih utang kanan-kiri” katanya lagi mengutarakan alasan.
“Yo, nek ra kesel ta kancani” aku menjawab sekenanya. Sore itu aku memang dilanda rasa letih yang lumayan sangat dikarenakan seharian menjadi panitia lomba 17an di kampung...
Hari beranjak malam dan aku masih saja menikmati pertandingan sepakbola liga super Indonesia di televisi, sesekali aku melihat keluar dari cendela kamarku untuk memastikan ada pembeli yang mampir di angkringannya. Hari semakin malam, waktu sudah menunjukkan pukul 10 lebih 30 menit tapi mataku tidak juga bisa terpejam biarpun rasa lelah yang luar biasa terasa diseluruh tubuh. Pikiranku justru melayang membayangkan dia, adik sepupuku itu, masih cukup muda untuk memulai usaha sejenis ini, umurnya baru 16 tahun, tidak pernah lulus smp karena keburu mengundurkan diri dikarenakan kenakalanya sudah dianggap guru-gurunya melampaui batas. Ya kalau ada pembeli, kalau pas sepi? Aku membayangkan dia duduk sendiri malam ini. Meskipun dia membuka usaha ini bukan karena terhimpit masalah ekonomi, bukan karena tidak ada keluarga yang mau membiayai, tapi kalau boleh sedikit mengurai ke belakang ada masalah yang tidak bisa di ungkap disini yang menyebabkan dia harus tinggal dengan simbah putriku yang juga hanya tinggal sendiri. Sejak kecil dia sudah ikut dengan simbahku, bahkan kalau aku lihat rasa kecintaan simbahku pada cucunya yang satu ini melebihi rasa cintanya pada siapapun. Tapi sepertinya hanya simbahku saja yang benar-benar sayang padanya, seluruh dunia termasuk aku seakan memusuhinya, tidak ada yang perduli padanya, semua yang dilakukanya salah..aku tau dia sebenarnya ingin berkata ”Jangan salahkan aku, aku seperti ini karena keadaan”...

Tiba-tiba saja aku teringat judul sebuah bagian dari novel karya Andrea Hirata, Sang Pemimpi...LONE RANGER....









Tidak ada komentar:

Posting Komentar